Senin, 06 Mei 2013

LAPAROTOMI

1. Pengertian

Laparotomy adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen (bagian perut). Kata "laparotomy" pertama kali digunakan untuk merujuk operasi semacam ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant. Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, "lapara" dan "tome". Kata "lapara" berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan pinggul. Sedangkan "tome" berarti pemotongan.
Laparotomy dilakukan untuk memeriksa beberapa organ di abdomen sebelah bawah dan pelvis (rongga panggul) yang melingkupi Insisi Vertikal (midline, paramedian, supraumbilikal), insisi Transversal dan Oblik serta insisi Abdominothoracic. Operasi ini juga dilakukan sebelum melakukan operasi pembedahan mikro pada tuba fallopi.

Ada beberapa cara, yaitu;
  • Midline Epigastric Insision (irisan median atas)
Insisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga 1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat extraperitoneal, dan peritoneum dipisahkan satu persatu. Membuka peritoneum dari bawah.
  • Midline Subumbilical Insision (irisan median bawah)
Irisan dari umbilikus sampai simfisis, membuka peritoneum dari sisi atas. Irisan median atas dan bawah dapat disambung dengan melingkari umbilikus.

Peritoneum harus dibuka dengan sangat hati-hati. Cara yang paling aman adalah membukanya dengan menggunakan dua klem artery, yang dijepitkan dengan sangat hati-hati pada peritoneum. Kemudian peritoneum diangkat dan sedikit diggoyang-goyang untuk memastikan tidak adanya struktur dibawahnya yang ikut terjepit. Kemudian peritoneum diinsisi dengan menggunakan gunting. Insisi diperlebar dengan memasukkan 2 jari kita yang akan dipergunakan untuk melindungi struktur dibawahnya sewaktu kita membuka seluruh peritoneum. Bila penderita pernah mengalami laparotomi dengan irisan median, sebaiknya irisan ditambahkan keatas atau bawah dan membuka peritoneum diatas atau dibawah irisan lama. Setelah peritoneum terbuka organ abdomen dipisahkan dengan hati-hati dari peritoneum. Pada kasus emerjensi, lebih baik melakukan irisan median. 

        1) Paramedian Insision ”trapp door” (konvensional)
Insisi ini dapat dibuat baik di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5-5 cm dari garis tengah. Insisi dilakukan vertical, diatas sampai bawah umbilkikus, m.rectus abdominis didorng ke lateral dan peritoneum dibuka juga 2.5 cm lateral dari garis tengah. Pada irisan dibawah umbilikus diperhatikan epigastrica inferior yang harus dipisahkan dan diikat.
        2) Lateral Paramedian Insision
Adalah modifikasi dari Paramedian Insision yang dikenalkan oleh Guillou
et al. Dimana fascia diiris lebih lateral dari yang konvensional Secara teoritis, teknik ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya wound dehiscence dan insisional hernia dan lebih baik dari yang konvensional.
        3) Vertical Muscle Splitting Insision (paramedian transrect)
Insisi ini sama dengan paramedian insision konvensional, hanya otot rectus pada insisi ini dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada 1/3 tengahnya, atau jika mungkin pada 1/6 tengahnya. Insisi ini berguna untuk membuka scar yang berasal dari insisi paramedian sebelumnya. Kemungkinan hernia sikatrikalis lebih besar.
        4) Kocher Subcostal Insision
Insisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan untuk pembedahan empedu dan saluran empedu.
Insisi dilakukan mulai dari garis tengah, 2,5-5 cm di bawah Proc. Xiphoideus dan diperluas menyusuri batas costa kira-kira 2,5 cm dibawahnya, dengan memotong muskulus rektus dan otot dinding abdomen lateral.
        5) Irisan McBurney Gridiron – Irisan oblique
Dilakukan untuk kasus Apendisitis Akut Dan diperkenalkan oleh Charles McBurney pada tahun 1894, otot-otot dipisahkan secara tumpul. 
        6) Irisan Rocky Davis
Insisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin crease, irisan ini lebih kosmetik.
        7) Pfannenstiel Insision
Insisi yang popular dalam bidang gynecologi dan juga dapat memberikan akses pada ruang retropubic pada laki-laki untuk melakukan extraperitoneal retropubic prostatectomy.
Insisi dilakukan kira-kira 5 cm diatas symphisis Pubis skin crease sepanjang ± 12 cm. Fascia diiris transversal, muskulus rektus dipisahkan ke lateral dan peritoneum dibuka secara vertikal.
Insisi Thoracoabdominal
Insisi Thoracoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan membuat cavum pleura dan cavum abdomen menjadi satu. Dimana insisi ini akan membuat akses operasi yang sangat baik. Insisi thorakoabdominal kanan biasanya dilakukan untuk melakukan emergensi ataupun elektif reseksi hepar Insisi thorakoabdominal kiri efektif jika dilakukan untuk melakukan reseksi dari bagian bawah esophagus dan bagian proximal dari lambung.
Penderita berada dalam posisi “cork-screw”. Abdomen diposisikan kira-kira 45° dari garis horizontal, sedangkan thorax berada dalam posisi yang sepenuhnya lateral. Insisi pada bagian abdomen dapat merupakan midline insision ataupun upper paramedian insision. Insisi ini dilanjutkan dengan insisi oke spasi interkostal VIII sampai ujung scapula.
  • Setelah abdomen dibuka, insisi pada dada diperdalam dengan menembus m.latissimus dorsi, serratus anterior, dan obliquus externus dan aponeurosisnya. Insisi pada abdomen tadi dilanjutkan hingga mencapai batas costa
  • M.Intercostal 8 dipisahkan untuk mencapai cavum pleura. Finochietto chest retractor dimasukkan pada intercostal 8 dan pelan-pelan di buka. Dan biasanya kita tidak perlu untuk memotong costa. 
  • Diphragma dipotong melingkar 2 – 3 cm dari tepi dinding lateral toraks sampai hiatus esofagus untuk menghindari perlukaan n.phrenicus. Pada akhir operasi dipasang drain toraks lewat irisan lain. 
  • Penutupan dari insisi ini adalah dimulai dengan menjahit diaphragma secara matras 2 lapis dengan benang non absorbabel, otot dada dan dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

2. Indikasi

Dalam bidang kebidanan dan kandungan cukup banyak kasus yang dapat ditangani, antara lain mioma (tumor jinak rahim), kista indung telur, hamil di luar kandungan, endometriosis (nyeri haid), infertilitas (sulit hamil), KB steril, perlengketan dalam perut, dan polikistik ovarium.Selain itu kasus –kasus yang dapatditangani dengan laparotomi yakni: trauma abdomen (tumpul atau tajam), peritonitis, perdarahan saluran pencernaan, sumbatan pada usus halus dan usus besar, masa pada abdomen. Semua kelainan intraabdomen yang memerlukan operasi baik darurat maupun elektif, seperti Hernia diafragmatika, aneurisma aorta torakolis dan aorta abdominalis, kelainan oesofagus, kelainan liver.


3. Komplikasi 

        a. Stitch abscess
Biasanya muncul pada hari ke 10 postopersi atau bisa juga sebelumnya, sebelum jahitan insisi tersebut diangkat.. Abses ini dapat superficial ataupun lebih dalam. Jika dalam ia dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan terasa nyeri jika di raba. Abses ini biasanya akan diabsopsi dan hilang dengan sendirinya, walaupun untuk yang superficial dapat kita lakukan insisi pada abses tersebut. Antibiotik jarang diperlukan untuk kasus ini.
        b. Infeksi luka operasi
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema dan proses inflamasi sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus Aureus, E. Colli, Streptococcus Faecalis, Bacteroides, dsb. Penderitanya biasanya akan mengalami demam, sakit kepala, anorexia dan malaise. Keadaan ini dapat diatasi dengan membuka beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan dan penggunaan antibiotika yang sesuai. Dan jika keadaannya sudah parah dan berupa suppurasi yang extensiv hingga kedalam lapisan abdomen, maka tindakan drainase dapat dilakukan.
        c. Gas Gangrene
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12-72 jam setelah operasi, peningkatan temperature (39° -41° C), Takhikardia (120-140/m), shock yang berat. Keadaan ini ddapat diatasi dengan melakukan debridement luka di ruang operasi, dan pemberian antibiotika, sebagai pilihan utamanya adalah, penicillin 1 juta unit IM dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap 8 jam.
        d. Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya hilang dengan sendirinya, ataupun jika hematom itu cukup besar maka dapat dilakukan aspirasi.
        e. Keloid Scars
Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari orang lain. Jika keloid scar yang terjadi tidak terlalu besar maka injeksi triamcinolone kedalam keloid dapat berguna, hal ini dapat diulangi 6 minggu kemudian jika belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Jika keloid scar nya tumbuh besar, maka operasi excisi yang dilanjutkan dengan skin-graft dapat dilakukan.
        f. Abdominal wound Disruption and Evisceration
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi antara 0-3 %. Dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien >60 tahun dibanding yang lebih muda. Laki-laki dibanding wanita 4 : 1.


4. Tindakan Pre Operatif

Penatalaksanaan Perawatan
a. Pengkajian meliputi obyektif dan subyektif.
1) Data subyektif meliputi;
    a) Nyeri yang sangat pada daerah perut.
2) Data obyektif meliputi :
    a) Napas dangkal
    b) Tensi turun
    c) Nadi lebih cepat
    d) Abdomen tegang
    e) Defense muskuler positif
    f) Berkeringat
    g) Bunyi usus hilang
    h) Pekak hati hilang

b. Diagnosa Keperawatan
    1) Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen.
    2) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
    3) Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan
        pengeluaran cairan yang banyak.

c. Hasil yang diharapkan
    1) Pasien akan tetap merasa nyaman.
    2) Pasien akan tetap mempertahankan kesterilan luka operasinya.
    3) Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Tindakan keperawatan (intevensi keperawatan) pre operatif :
    1) Pertahankan pasien untuk bedrest sampai diagnosa benar-benar sudah ditegakkan.
    2) Tidak memberikan apapun melaui mulut dan beritahukan pasien untuk tidak makan dan minum.
    3) Monitoring cairan intra vena bila diberikan.
    4) Mencatat intake dan output.
    5) Posisi pasien seenak mungkin.
    6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.
    7) Ajarkan pasien hal-hal yang perlu dilakukan setelah operasi selesai.
    Monitoring tanda-tanda vital.
e. Diagnosis
    1) Foto polos abdomen
    2) CT scan abdomen
    3) USG abdomen

Adapun prosedur daripada laparotomi adalah seperti layaknya operasi konvensional, laparoskopi tetap memerlukan pembiusan dan dilakukan di kamar operasi. Setelah pembiusan, dinding perut disayat pada daerah pusat/umbilikus sekitar 1 cm. Kemudian dimasukkan kamera kecil untuk melihat organ-organ didalam rongga perut. Setelah itu dibuat sayatan kedua dan ketiga pada dinding perut bagian bawah, sedikit diatas tulang pinggul, diameter 0,5 cm, untuk memasukkan alat-alat berupa ’stik’ sebagai pengganti tangan dokter.
Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah :
  • Segera mengadakan eksplorasi untuk menemukan sumber perdarahan.
  • Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin. Bila perdarahan berasal dari organ padat penghentian perdarahan dicapai dengan tampon abdomen untuk sementara. Perdarahan dari arteri besar hams dihentikan dengan penggunaan klem vaskuler. Perdarahan dari vena besar dihentikan dengan penekanan langsung.
  • Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat diberikan kesempatan pads anestesi untuk memperbaiki volume darah.
  • Bila terdapat perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan lubang perforasi atau reseksi usus dengan anastomosis.
  • Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan NaCl fisiologik.
  • Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan eksplorasi sistematis dari seluruh organ dalam abdomen mulai dari kanan atas sampai kiri bawah dengan memperhatikan daerah retroperitoneal duodenum dan bursa omentalis.
  • Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain dan subkutis serta kutis dibiarkan terbuka.

Lama perawatan pasca laparoskopi:
Karena tindakan operasi yang minimal invasif, maka perawatan setelah operasi hanya satu hari saja (dengan catatan jika tidak terjadi komplikasi selama operasi).Dan setelah itu pasien dapat kembali beraktivitas normal.


5. Post Laparotomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Tujuan perawatan post laparatomi
    a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
    b. Mempercepat penyembuhan.
    c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
    d. Mempertahankan konsep diri pasien.
    e. Mempersiapkan pasien pulang.

Latihan-latihan fisik yang dilakukan post laparotomi adalah latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.
Tindakan keperawatan post operasi:
    a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
    b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
    c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut.
    d. Perawatan luka operasi secara steril. 

Evaluasi post operasi :
a. Evaluasi tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :
    1) Suhu tubuh normal
    2) Nada normal
    3) Perut tidak kembung
    4) Peristaltik usus normal
    5) Flatus positif
    6) Bowel movement positif
b. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
c. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.
d. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.
e. Luka operasi baik. 

Komplikasi post laparatomi;
        a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
        b. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptic.
        c. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

Proses penyembuhan luka
      a. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
       b. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan
      c. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
       d. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan
    a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.
    b. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
    c. Pencegahan infeksi.

Pengembalian Fungsi fisik.
     Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini. Mempertahankan konsep diri.
     Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi

Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy adalah:
a. Respiratory
    Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.
b. Sirkulasi
    Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
c. Persarafan : Tingkat kesadaran
d. Balutan
    1) Apakah ada tube, drainage
    2) Apakah ada tanda-tanda infeksi
    3) Bagaimana keadaan penyembuhan luka pasien yang menjalani laparotomi
e. Peralatan
    1) Monitor yang terpasang.
    2) Cairan infus atau transfusi.
f. Rasa nyaman
   Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi
g. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar